Rabu, 10 Oktober 2007

grafika bangunan


Hyper building atau secara harfiah adalah skala bangunan yang sangat besar (giant) yang mampu memfasilitasi berbagi kegiatan manusia; menggunakan ultra struktur; terdiri atas fungsi-fungsi penopang bangunan yang serba otomatis dan canggih; serta cenderung melebihi apa yang telah menjadi pola selama ini. Saat ini hyper building tengah gencar dikembangkan di Jepang. Tidaklah berlebihan jika kita membayangkan bentuk-bentuk bangunan super canggih seperti film-film fiktif (Gambar 1). Diperkirakan untuk masa akan yang akan datang hasil pengembangan bangunan hiper ini (Gambar 1). Latar belakang utama dikembangkannya riset ini di Jepang adalah masalah keseimbangan lahan dan penduduk. Sedangkan alasan lainnya adalah sebagai upaya untuk mencegah gejala perluasan megapolitan yang kini tengah melanda Tokyo dan kota-kota besar lain di Jepang, efisiensi penggunaan lahan, segmentasi lahan, dan menghindari dampak buruk kerusakan lingkungan. Hal tersebut bukanlah upaya muluk, karena ada kecendrungan perkembangan kota di Jepang menunjukkan gejala-gejala yang antara lain sprawl atau pembangunan melebar tak terkendali, komposisi penduduk yang timpang (banyaknya manula di kota-kota kecil), dan dampak kerusakan lingkungan.
Gambar 1. Hasil animasi yang dikeluarkan oleh Komite Riset Bangunan Hiper (Hyper Building Research Committee), Jepang. (sumber: Hyper Building Research Committee, 2005)Dilaporkan dalam studi kependudukan PBB (2000), bahwa pada tahun 1980 telah terdapat 30 kota dengan penduduk berjumlah lebih dari 5 juta jiwa, yang sebagian besar di antaranya berada di negara berkembang. Diprediksi pada 2010 akan terdapat 26 kota dengan penduduk melebihi 10 juta. Kota Tokyo Metropolitan sendiri, sebagai dasar perhitungan, pada tahun 2010 akan berpenduduk 29 juta jiwa. Masalah urbanisasi akan membawa konsekuensi buruk bagi pembangunan kota dan kehidupan manusia di dalamnya, seperti naiknya suhu udara kota (heat island), kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, menurunnya kualitas kehidupan kota, dan masih banyak lagi. Hal tersebut memunculkan beberapa pendekatan atau konsep baru dalam disain atau perencanaan kota (misalnya dalam buku Compact City, Mike Jenks dkk., 1996). Dalam imajinasi atau proposal disain kota, hal ini pun telah banyak menghasilkan ide brilian, misalnya Paolo Soleri (Italia) dengan konsep arkologi (simbiosis arsitektur dan ekologi pada sebuah kota), atau karya MVRDV (Belanda) seperti Metacity (1999), Brabant Library (2000), dan Pig City (2001) yang ketiganya menggarisbawahi mendesaknya revolusi disain dari horisontal ke vertikal. Penelitian bangunan hiperKegiatan penelitian bangunan hiper di Jepang sendiri dilakukan melalui sebuah riset komite yang bertugas meneliti kemungkinan pembangunanya di masa datang. Komite ini dibentuk sejak tahun 1995 dan berada langsung di bawah komando Kementrian Transport dan Infrastruktur Jepang. Asosiasi Arsitek Jepang dan Pusat Riset Bangunan juga tergabung dalam komite tersebut. Sebagai ketua dari Hyper Building Research Committee (HBRC) ini adalah Profesor Kiyonori Kikutake. Profesor Kikutake dikenal adalah seorang pakar yang telah lama menggeluti beberapa disain utopis. Selain itu, beliau juga terkenal sebagai seorang dari kelompok yang memelopori Gerakan Metabolisme (metabolism movement) yang menjadi populer pada perjalanan dan teori arsitektur modern, tepatnya pada saat World Design Conference di Tokyo pada tahun 1960 bersama arsitek-arsitek yang terkenal sampai saat ini, seperti Kisho Kurokawa, Fumihiko Maki, Noboru Kawazoe, Masako Osaka, dan beberapa disainer di luar arsitektur lainnya (baca the Philosophy of Symbiosis, Kisho Kurokawa, 1997). Ide gerakan metabolism yang relevan untuk bangunan hiper ini adalah dimungkinkannya pengembangan secara organik dalam sebuah bangunan skala kota yang mengacu pada konsep interchangeability dan systems-oriented.Dengan ditunjuknya Profesor Kikutake sebagai ketua, paling tidak mencerminkan upaya serius yang ditempuh Jepang untuk mewujudkan ambisinya dalam membangun bangunan hiper ini.

Tidak ada komentar: